Kamis, 29 April 2010

Pengertian Filsafat dan Ilmu

Burhanuddin menyatakan bahwa filsafat dapat dijabarkan dari perkataan “philosophia”. Kata “philos” berarti cinta dan kata “sophos” berarti kebijaksanaan pengetahuan yang mendalam. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti “cinta akan kebijaksanaan” (love of wisdom).[1]
Menurut Hanafi, kata-kata filsafat diucapkan “falsafah” dalam bahasa Arab, dan berasal dari bahasa Yunani yaitu “philosophia” yang berarti cinta kepada pengetahuan, dan terdiri dari dua kata yaitu “philos” yang artinya cinta (loving) dan “Sophia” yang berarti pengetahuan (wisdow; hikmah)/ orang yang cinta kepada pengetahuan disebut “philosohhos”, atau “failasuf” dalam ucapan Arabnya. Pencipta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya, atau dengan perkataan lain, orang yang mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.[2]
Berawal dari makna kata philosophia, sesuai tradisi, pythaforas atau socrateslah yang mula-mula menyebut dirinya “philosophus”. Yaitu sebagai protes terhadap kaum “sophist”, kaum terpelajar pada waktu itu yang menamakan dirinya “bijaksana”, pada hal kebihaksanaan mereka itu hanyalah semua belaka.
Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu maka Socrates lebih suka menyebut dirinya “pencipta kebijaksanaan”, artinya orang yang ingin mengetahui pengetahuan yang luhur (Sophia) itu. Mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya itu maka ia tidak mau berkata bahwa ia mempunyai, memiliki atau menguasainya.
Oleh karena itu luas dan dalamnya filsafat itu maka orang tidak akan dapat menguasainya dengan sempurna dan orang tidak akan pernah mengatakan selesai belajar.
Apabila kita berbicara tentang seseorang yang bijaksana, maka ia berarti bahwa tidak hanya orang yang terpelajar atau yang ahli dalam salah satu lapangan ilmu pengetahuan saja yang dapat disebut “bijaksana”. Seseorang yang mengerti banyak hal atau ahli ilmu pengetahuan belum tentu orang yang bijaksana.
Kebijaksanaan itu adalah lebih dari pengetahuan ilmiah belaka. Malahan mungkin seseorang disebut “bijaksana”, pada hal sama sekali tidak terpelajar, bukan ahli dari salah satu bidang pengetahuan.
Berdasarkan dari uraian di atas tentang kebijaksanaan, maka bijaksana (sophos) mengandung arti sebagai berikut:
a. Mempunyai insight, pengertian yang mendalam yang meliputi seluruh kehidupan manusia dalam segala aspeknya dan seluruh dunia dengan segala lapangannya serta hubungan antara kesemuanya itu.
b. Sikap hidup yang benar, yang baik dan tepat, berdasarkan pengertian tadi, yang mendorong akan hidup yang sesuai dengan pengertian yang dicapai itu.
Maka dengan dmeikian, definisi/batasan filsafat itu adalah pengetahuan yang mempelajar sebab-sebab yang pertama atau prinsip-prinsip yang tertinggi dari segala sesuatu yang dicapai oleh akan budi manusia.
Dari definisi ini jelas yang menjadi objek materialnya (lapangannya) ialah segala sesuatu yang dipermasalah filsafat. Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) ialah mencapai sebab-sebab yang terdalam dari segala sesuatu, sampai kepada penyebab yang tidak disebabkan, ada yang mutlak ada, yaitu penyebab pertama (causa prima) ialah Allah itu sendiri.
Menurut Plato bahwa filsafat adalah tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada. Aristoteles berpendapat pula bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.[3] Sedangkan Driyarkara menyatakan bahwa filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, dengan mengenyampingkan pendapat-pendapat dan pendirian-pendirian yang diterima saja dengan mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis. Pandangan diarahkan kepada sebab-sebab yang terakhir atau sebab pertama (filsafat causes), dan tidak diarahkan kepada sebab yang terdekat (secondary cause), sepanjang kemungkinan yang ada pada budi nurani manusia sesuai kemampuannya.[4]
Senada itu pula Al-Kindi ahli pikir pertama dalam filsafat Islam yang memberikan pengertian filsafat di kalangan umat Islam, dengan membagi ke dalam (tiga) lapangan, antara lain: 1). Ilmu fisika (ilmu-thibiyyat), sebagai tingkatan terendah; 2). Ilmu matematika, (Al-ilmur-riyadhi) sebagai tingkatan mengah; 3). Ilmu ketuhanan (Al-ilmur-rububiyyah), sebagai tingkatan tertinggi.
Meskipun antara para ahli pemikir itu sendiri ada perbedaan paham tentang definisi atau batasan filsafat itu, namun dalam perbedaan itu terdapat yaitu: 1) bahwa filsafat adalah suatu bentuk “mengerti”, 2) semua mengakui bahwa filsafat termasuk “ilmu pengetahuan”, 3) ilmu pengetahuan yang manakah? Ilmu pengetahuan yang mengatasi lain-lain ilmu. Mengatasi dalam arti lebih mendalam, lebih umum/universal, lebih sesuai dengan kodrat manusia.
Dalam ensiklopedia Indonesia pengertian ilmu pengetahuan adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan; suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu (induksi, deduksi).
Menurut Mohammad Hatta bahwa tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunnya dari dalam.[5]
Jujun menyatakan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri: apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu? Apakah ciri-cirinya yang hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan lainnya yang bukan ilmu? Kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah? Mengapa kita mesti mempelajari ilmu? Apakah kegunaan yang sebenarnya?[6]
Menurut J. Langerveld, mengatakan bahwa pengetahuan ialah kesatuan subjek yang mengetahui objek yang diketahui. Suatu kesatuan dalam mana objek itu dipandang oleh subjek sebagai diketahuinya.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas maka ilmu pengetahuan itu adalah merupakan kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (objek/lapangan), yang merupakan kesatuan yang sistematis dan memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggung jawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal/kejadian itu.
Berdasarkan objek dan sudut pandangan ilmu pengetahuan objek tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) objek material maksudnya adalah bahwa objek/lapangan yang dilihat secara keseluruhannya. Misalnya manusia, hewan, alam, dan sebagainya. 2) objek formal yaitu objek/lapangan jika dipandang dari suatu aspek/sudut tertentu saja. Misalnya ilmu kedokteran: untuk menyembuhkan atau menyehatkan yang sakit, ilmu pendidikan; untuk mendewasakan secara etis anak yang belum dewasa.
[1] Burhanuddin. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 2.
[2] A. Hanafi. Pengantar Filsafat Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1969), h. 11.
[3] Burhanuddin Salam. Pengantar Filsafat. (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 55.
[4] Burhanuddin Salam. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 10.
[5] Burhanuddin Salam. Sejarah filsafat ilmu dan teknologi. (Jakarta:Rineka Cipta, 2000), h.14.
[6] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. (Jakarta: pustaka Sinar Harapan, 1998) h. 19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar